Budaya Merokok: Sebuah Ironi

Catatan:
Tulisan ini muncul karena:
  • Keprihatinan penulis melihat semakin banyaknya perokok di lingkungan penulis. Khususnya, pertumbuhan jumlah perokok kaum hawa yang sangat pesat dan mengkhawatirkan.
  • Kekecewaan penulis ketika mengetahui bahwa seorang tokoh yang dikagumi penulis di fakultasnya ternyata adalah seorang perokok.
  • Suara hati penulis, yang mengasihani orang yang merokok, tetapi membenci perilaku mereka.

Saat ini, merokok seakan telah menjadi sebuah budaya bangsa ini. Bagaimana tidak, saat ini rokok sudah menjadi milik semua kalangan, baik orang tua maupun anak-anak, baik pria maupun wanita, baik orang kaya maupun orang miskin, baik bos maupun kuli…

Indonesia adalah negara penyumbang asap rokok terbesar di Asia Tenggara. Ini bukanlah sesuatu hal yang main-main. Ini adalah suatu hal yang perlu kita sikapi secara serius. Pada tulisan saya saat ini, saya akan memberikan pandangan saya mengenai budaya merokok, yang menurut saya, adalah sebuah ironi yang sangat menyedihkan.

Racun yang menjadi “kebutuhan pokok”

Tidak dapat disangkal lagi, rokok adalah racun. Sekecil apapun kadar nikotin yang terkandung di dalam sebatang rokok, itu tetaplah racun yang merusak tubuh penghisapnya. Ironisnya, sekarang tidak sedikit orang yang menjadikan racun tersebut sebagai “kebutuhan pokok” mereka. Dulu, kita mengenal kebutuhan pokok manusia adalah sandang, pangan, dan papan. Sekarang, para perokok menambahkan daftar kebutuhan pokok mereka dengan sesuatu yang seharusnya bukanlah kebutuhan pokok, sesuatu yang pada hakikatnya adalah racun, yaitu rokok!

Merusak di saat yang lain bersusah payah mengobati

Karena rokok pada hakikatnya adalah racun, maka pastilah rokok akan merusak tubuh manusia, cepat atau lambat. Dengan merokok, mereka sedang menumpuk racun di dalam tubuh mereka yang akan merusak tubuh mereka. Sungguh ironis, mereka merusak paru-paru mereka di saat banyak orang yang berjuang mengobati paru-parunya. Mereka merusak jantung mereka di saat banyak orang yang rela menggunakan alat pacu jantung untuk menopang kehidupannya. Merusak memang jauh lebih mudah daripada mengobati. Pada saatnya nanti, para perokok akan mengerti betapa sulitnya pengobatan itu, dan betapa mahalnya harga kesehatan yang telah mereka sia-siakan.

Seorang merdeka yang terkekang

Indonesia telah merdeka sejak 17 Agustus 1945. Bangsa Indonesia telah merasakan betapa tidak enaknya penjajahan itu. Indonesia memang telah merdeka, tapi apakah kita telah merdeka? Orang-orang yang masih merokok adalah orang-orang yang belum merdeka. Buktinya, mereka masih terkekang/terjajah oleh rokok. Mengapa saya katakan mereka terkekang? Itu karena mereka tidak dapat menghentikannya. Mereka telah kecanduan, addicted, yang merupakan bahasa halus dari terkekang/terjajah. Mereka tentu tahu rokok itu merugikan, tapi mereka tidak dapat lepas daripadanya. Mereka masih terjajah di saat bangsanya telah merdeka. Sungguh ironis.

Membayar biaya untuk merusak tubuh

Ini adalah sesuatu yang saya tidak habis pikir. Kalau bos-bos besar menghamburkan uangnya untuk membeli rokok mungkin masih bisa dimaklumi. Mereka kan orang kaya… Tapi kalau supir angkot? Supir bajaj? Kuli bangunan? Orang-orang yang tidak hidup berkecukupan? Bagaimana mungkin ada di antara mereka yang menghamburkan uangnya untuk kesenangan sesaat yang merusakkan tubuh mereka dan berakibat fatal di kemudian hari. Di saat mereka berjuang mencari sesuap nasi, batangan racun tetap saja ada di mulut mereka. Cobalah bayangkan, mereka harus mengeluarkan biaya untuk merusak tubuh mereka, dan nantinya mereka harus mengeluarkan biaya yang lebih besar lagi untuk mengobatinya. Sungguh konyol dan ironis…

Dosa yang tidak disadari

Apakah merokok itu berdosa? Kan di dalam kitab suci tidak ada yang mengatakan, “Dilarang merokok!”. Itulah pembenaran yang seringkali diberikan oleh para perokok. Tetapi sungguhkah merokok itu tidak berdosa? Cobalah renungkan, tubuh kita adalah pemberian Tuhan yang harus dijaga dengan sebaik-baiknya. Kita harus menjaga kekudusan tubuh kita. Dengan merokok, kita merusak tubuh yang telah Tuhan berikan kepada kita. Itu adalah sebuah perbuatan yang tidak bertanggung jawab. Tidak sedikit mereka yang berdoa untuk kesehatan tetapi malah membuang kesehatan itu dengan merokok. Dan tidak sedikit pula dari mereka yang tidak menyadari bahwa dengan merokok, mereka telah berdosa. Ironis…

Menebar racun pada orang yang disayangi

Tidak jarang saya melihat seorang yang merokok di depan pasangannya, di depan suami/istrinya, di depan anaknya, di depan teman-teman dan sahabat-sahabatnya. Entah mereka memang tidak tahu, atau mereka tidak dapat menahan diri mereka, atau mereka tidak menghargai orang-orang di sekitarnya, apa yang sedang mereka lakukan adalah membunuh orang-orang di sekitar mereka secara perlahan-lahan. Tidak sedikit kasus perokok pasif yang harus menjadi korban pembunuhan para perokok. Suka ataupun tidak suka, jika Anda masih suka merokok di tempat umum, Anda adalah seorang pembunuh.

Merusak lingkungan yang mereka butuhkan

Setiap orang pasti memerlukan lingkungan yang sehat, setidaknya untuk oksigen yang harus mereka hirup untuk bertahan hidup. Sudah banyak orang yang mengatakan peduli pada lingkungan dan mencoba melestarikannya dengan menanam pohon, dsb. Tapi ironisnya, tidak sedikit pula dari mereka yang mengatakan peduli pada lingkungan, yang merusaknya dengan asap rokok yang mereka buang ke udara.

Memberi sumbangan pada perusahaan terkaya

Tahukah Anda kalau tiga dari sepuluh perusahaan terkaya di Indonesia adalah perusahaan rokok? Mereka sudah sedemikian kaya, tapi mereka akan menjadi lebih kaya lagi berkat para perokok yang tidak dapat meninggalkan rokoknya. Tidak peduli kaya atau miskin, mereka tetap menagih “pajak” kepada para perokok dengan “bungkusan rokok”.

Dibenci banyak orang, tetapi harus dikasihani

Menurut saya, seorang perokok patut dikasihani. Mengapa? Saya rasa, ironi-ironi di atas sudah cukup menjelaskan mengapa seorang perokok patut dikasihani. Jadi, apa yang bisa kita lakukan? Apakah kita harus membenci mereka karena merugikan kita? Tidak! Yang harus kita benci bukanlah orangnya, tapi kebiasaan merokoknya. Terakhir, pesan saya untuk para perokok: “Merokok adalah sebuah pilihan. Anda bisa memilih untuk meneruskan merokok, Anda juga bisa memilih untuk berhenti merokok. Di mana ada kemauan, di sana ada jalan. Jika Anda ada kemauan untuk berhenti merokok dan mau berjuang untuk itu, Anda pasti berhasil. Tetapi, jika Anda memutuskan untuk meneruskan merokok, hargailah sekitar Anda, dan bersiap-siaplah menanggung akibatnya.”

Roma 12:1-2
Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.

Tag:, , , , , , , , , , ,

About Charles

Seorang alumni Fakultas Ilmu Komputer UI. Suka mengoleksi buku-buku dan membagikan inspirasi-inspirasi yang didapatkannya. Mencintai matematika dan logika sederhana. Hobinya adalah mencari inspirasi dan membagikannya. Seorang biasa yang percaya bahwa dia memiliki Tuhan yang luar biasa.

22 responses to “Budaya Merokok: Sebuah Ironi”

  1. irvan says :

    setuju!!!!

    tapi sebenernya gw oke2 aja sama perokok…

    asal ga ngerokok di tempat umum..

    bokap gw juga perokok, tapi dia ngehormatin orang dan cuma ngerokok kalo dirumah, itupun kalo gw minta matiin dulu rokoknya dia langsung matiin dan minta maap…

  2. Charles says :

    @irvan:

    Wah van, coba semua perokok kayak bokap u… 😀

  3. kamal87 says :

    setuju juga, bawaannya kesel banget dah klo dket orang ngerokok. dikantin kita masih banyak tuh pelakunya

  4. Charles says :

    @kamal87:

    Iya mal, gw juga bawaannya kesel kalo ada yang ngerokok (di kantin kita lagi… -_-“). Tapi gw lagi belajar untuk ga kesel sama orangnya, tapi kesel sama perilakunya… (karena kadang2 gw jadi kesel juga sama orangnya).

  5. _on says :

    dulu klo naik angkot ada yg ngrokok,, gw pasti slalu pura” batuk (walopun kadang batuk beneran juga),, trus batuknya sengaja dikencengin..
    dulu gw pernah nekat ngomong ke bapak” yg ngrokok d angkot supaya matiin rokoknya.. eh,, tnyata pas bapak” itu ngliat ke gw, tampangnya serem bgt -.- nyaaahhh.. tapi bodo amat,, gw tetep ngliatin ke arah rokok bapak itu.. udah lama liat”an, untungnya tuh bapak akhirnya matiin rokoknya.. fyuuuhh^^’

    skarang klo misalnya ada orang d kereta yg ngrokok,, gw malah nekat melototin tuh orang,, sambil ngliat ke arah rokoknya.. dan untungnya cara itu cukup ampuh,, mereka pada pindah tempat ato ga matiin rokoknya^^ ehehehe..

  6. Charles says :

    @_on:

    Salah satu teknik yang berguna nih, hehe… Tapi kalo yang ngerokok itu preman2 yang bertato2 gitu repot juga ya?

    ~Sebenernya, gw sih yakin kalo dari hati nurani yang terdalam, para perokok itu ga mau merokok, apalagi sampai merugikan orang-orang di sekitarnya. Cuma yah, biasanya mereka kalah dari godaan…

  7. _on says :

    klo preman bertato,, lanjutin aj plototin.. sapa tau dy pikir gw mupeng ama rokoknya,, trus gw dikasi rokok gratis XD XD ahahaha *ngawur..

    klo yg ngrokok itu preman bertato,, bodo amat.. toh kita juga punya hak bwt menghirup napas dengan bebas,, tanpa asap rokok.. klo gw malah diapa”in,, tereak aj XD ahahaha..

  8. Charles says :

    @_on:

    Haha, jiwa premannya keluar deh… XP

  9. fetro says :

    menurut saya tahap awalnya adalah bagaimana menjadikan perokok itu perokok yang bijaksana. ngerokok jangan disembarang tempat. kalo ini bisa, gak akan kitatemuin lagi orang ngerokok di tempat umum

  10. nonadita says :

    merokok itu hak orang yah. Orang jaman sekarang udah tau efek sampingnya.
    Terserah mereka lah yang mau merusak tubuh sendiri.

    Tapi kalao merokok dilakukan dekat orang yang tidak merokok, kita harus berani! Ga cukup dengan menunjukkan body language/sikap keberatan saja, tapi harus tegur lalu nyatakan bahwa kita berhak untuk menghirup udara yang bersih.

    Kalo saya sih to the point aja: “udah bosen hidup jangan ajak2 dong, pak!” Heheheheheeh

  11. Charles says :

    @fetro:

    Itulah yang sulit… Dengan merokok saja menunjukkan mereka sudah tidak bijaksana (kalau bijak pasti tidak akan merokok yang merusak tubuh kan?)…

  12. Charles says :

    @nonadita:

    Iyah, kadang perokok juga harus digituin supaya sadar… Mereka harus ingat juga, kalau orang di sekitar mereka juga punya hak untuk menghirup udara segar tanpa asap rokok…

    ~kenapa sih mereka harus ngeluarin asap rokok? Kenapa ga ditelen aja ya sekalian? 😛

  13. Charles says :

    Mau cerita aja… Tadi di stasiun, saya lihat ada satu pengemis. Mukanya seolah meminta belas kasihan dari setiap orang yang lewat… Tangan kirinya memegang kantong buat yang mau ngasi sesuatu ke dia. Tangan kanannya… pegang rokok!

    ~Hebat yah Indonesia… Pengemis aja bisa ngerokok. Nyari makan masih minta2, tapi dibantu malah beli rokok. Itu yang bikin saya jadi suka ga mau ngasih duit ke orang-orang yang mengemis (terutama tampang2 perokok)…

  14. Muis says :

    hai teman apa sebenarnya keuntungan dari pada merokok. sebenarnya saya memang tidak merokok tapi saya ingin bertanya akan hal tersebut so……………..seakan-akan kita diseluruh dunia atau kita lihat lah yang paling lokal yang ada si Makassar, anak- yang tua semuanya tergilah-gila dengan i2 ini tidak ada yang merokok bahkan ada yang merokok sampai 5 bungkus/hari
    …………..,,,,,,,,,,,,,,…………..
    NO……………………….SMOoKING……………………………….

  15. anthonysteven says :

    merokok itu berguna loh

    Seringkali bisa mencegah penuaan (soalnya mati muda)

    ~cheers

  16. seso says :

    wah..saya takutnya kt terjebak jadi naif..
    oke lah kita bisa garang banget waktu liat org ngerokok,tapi..
    apa kita juga sadar,kalo ternyata sayuran yg kita konsumsi mengandung
    pestisida?daging yg kt makan banyak kolesterolnya?mie yg kt makan ada
    formalinnya? padahal tu makanan kan jg kt makan tiap hari..
    hayo..

  17. Charles says :

    @seso:

    Ini bukan sesuatu yang membuat kita menjadi naif… Kita juga harus concern dengan makanan yang kita makan, saya setuju itu. Tapi, kalau ada yang mengatakan “kamu gak peduli dengan makanan berkolesterol, lalu buat apa kamu peduli dengan orang yang ngerokok?”, itu saya tidak setuju. Kalau ada 2 hal buruk, akan lebih baik kita memperbaiki salah satunya daripada tidak sama sekali. Alangkah baiknya kalau kita bisa memperbaiki keduanya…

    ~btw, sekarang uda susa cari makanan yang sehat ya… 🙄

  18. thaniya says :

    aku juga sempat “Bergaul” deket banget ma rokok!!!!!!!!!!!!

    Apalagi kalo pas aku lagi BT ato stres….

    makanya aku berterima kasih banget pas buka Blog ini,,,,,

    Aku terkesan banget dengan penjelasannya!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

    karena itulah aku memutuskan untuk ngejauhin barang HARAM itu!!!!!!!!!!!!!

    Terima kasih atas semua penjelasan dalam blog ini………

    Semoga ini juga bermanfaat buat yang lain,,,sehingga gak lagi “Bergaul”

    ma ROKOK SANG HARAM!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

    AKU kapok DEh……………..

    kApokBANGET!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

  19. anty says :

    ya aku setuju!!! pokoknya benci ROKOK!!!!

    Mending dah Gueh di suguhin tahi yg bau g ketulungan dr pada mencium aroma rokok!!!

  20. naim says :

    JADI INGET INI:

    Tuhan Sembilan Senti
    Oleh Taufiq Ismail

    Indonesia adalah sorga luar biasa ramah bagi perokok,
    tapi tempat siksa tak tertahankan bagi orang yang tak merokok,

    Di sawah petani merokok,
    di pabrik pekerja merokok,
    di kantor pegawai merokok,
    di kabinet menteri merokok,
    di reses parlemen anggota DPR merokok,
    di Mahkamah Agung yang bergaun toga merokok,
    hansip-bintara-perwira nongkrong merokok,
    di perkebunan pemetik buah kopi merokok,
    di perahu nelayan penjaring ikan merokok,
    di pabrik petasan pemilik modalnya merokok,
    di pekuburan sebelum masuk kubur orang merokok,

    Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im
    sangat ramah bagi perokok,
    tapi tempat siksa kubur hidup-hidup bagi orang yang tak merokok,

    Di balik pagar SMU murid-murid mencuri-curi merokok,
    di ruang kepala sekolah ada guru merokok,
    di kampus mahasiswa merokok,
    di ruang kuliah dosen merokok,
    di rapat POMG orang tua murid merokok,
    di perpustakaan kecamatan ada siswa bertanya
    apakah ada buku tuntunan cara merokok,

    Di angkot Kijang penumpang merokok,
    di bis kota sumpek yang berdiri yang duduk
    orang bertanding merokok,
    di loket penjualan karcis orang merokok,
    di kereta api penuh sesak orang festival merokok,
    di kapal penyeberangan antar pulau penumpang merokok,
    di andong Yogya kusirnya merokok,
    sampai kabarnya kuda andong minta diajari pula merokok,

    Negeri kita ini sungguh nirwana
    kayangan para dewa-dewa bagi perokok,
    tapi tempat cobaan sangat berat
    bagi orang yang tak merokok,

    Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
    diam-diam menguasai kita,

    Di pasar orang merokok,
    di warung Tegal pengunjung merokok,
    di restoran di toko buku orang merokok,
    di kafe di diskotik para pengunjung merokok,

    Bercakap-cakap kita jarak setengah meter
    tak tertahankan asap rokok,
    bayangkan isteri-isteri yang bertahun-tahun
    menderita di kamar tidur
    ketika melayani para suami yang bau mulut
    dan hidungnya mirip asbak rokok,

    Duduk kita di tepi tempat tidur ketika dua orang bergumul
    saling menularkan HIV-AIDS sesamanya,
    tapi kita tidak ketularan penyakitnya.
    Duduk kita disebelah orang yang dengan cueknya
    mengepulkan asap rokok di kantor atau di stopan bus,
    kita ketularan penyakitnya.
    Nikotin lebih jahat penularannya
    ketimbang HIV-AIDS,

    Indonesia adalah sorga kultur pengembangbiakan nikotin paling subur di dunia,
    dan kita yang tak langsung menghirup sekali pun asap tembakau itu,
    Bisa ketularan kena,

    Di puskesmas pedesaan orang kampung merokok,
    di apotik yang antri obat merokok,
    di panti pijat tamu-tamu disilahkan merokok,
    di ruang tunggu dokter pasien merokok,
    dan ada juga dokter-dokter merokok,

    Istirahat main tenis orang merokok,
    di pinggir lapangan voli orang merokok,
    menyandang raket badminton orang merokok,
    pemain bola PSSI sembunyi-sembunyi merokok,
    panitia pertandingan balap mobil,
    pertandingan bulutangkis,
    turnamen sepakbola
    mengemis-ngemis mencium kaki sponsor perusahaan rokok,

    Di kamar kecil 12 meter kubik,
    sambil ‘ek-’ek orang goblok merokok,
    di dalam lift gedung 15 tingkat
    dengan tak acuh orang goblok merokok,
    di ruang sidang ber-AC penuh,
    dengan cueknya,
    pakai dasi,
    orang-orang goblok merokok,

    Indonesia adalah semacam firdaus-jannatu-na’im
    sangat ramah bagi orang perokok,
    tapi tempat siksa kubur hidup-hidup
    bagi orang yang tak merokok,

    Rokok telah menjadi dewa, berhala, tuhan baru,
    diam-diam menguasai kita,

    Di sebuah ruang sidang ber-AC penuh,
    duduk sejumlah ulama terhormat merujuk
    kitab kuning dan mempersiapkan sejumlah fatwa.
    Mereka ulama ahli hisap.
    Haasaba, yuhaasibu, hisaaban.
    Bukan ahli hisab ilmu falak,
    tapi ahli hisap rokok.
    Di antara jari telunjuk dan jari tengah mereka
    terselip berhala-berhala kecil,
    sembilan senti panjangnya,
    putih warnanya,
    ke mana-mana dibawa dengan setia,
    satu kantong dengan kalung tasbih 99 butirnya,

    Mengintip kita dari balik jendela ruang sidang,
    tampak kebanyakan mereka
    memegang rokok dengan tangan kanan,
    cuma sedikit yang memegang dengan tangan kiri.
    Inikah gerangan pertanda
    yang terbanyak kelompok ashabul yamiin
    dan yang sedikit golongan ashabus syimaal?

    Asap rokok mereka mengepul-ngepul di ruangan AC penuh itu.
    Mamnu’ut tadkhiin, ya ustadz.
    Laa tasyrabud dukhaan, ya ustadz.
    Kyai, ini ruangan ber-AC penuh.
    Haadzihi al ghurfati malii’atun bi mukayyafi al hawwa’i.
    Kalau tak tahan,
    Di luar itu sajalah merokok.
    Laa taqtuluu anfusakum.

    Min fadhlik, ya ustadz.
    25 penyakit ada dalam khamr.
    Khamr diharamkan.
    15 penyakit ada dalam daging khinzir (babi).
    Daging khinzir diharamkan.
    4000 zat kimia beracun ada pada sebatang rokok.
    Patutnya rokok diapakan?

    Tak perlu dijawab sekarang, ya ustadz.
    Wa yuharrimu ‘alayhimul khabaaith.
    Mohon ini direnungkan tenang-tenang,
    karena pada zaman Rasulullah dahulu,
    sudah ada alkohol,
    sudah ada babi,
    tapi belum ada rokok.

    Jadi ini PR untuk para ulama.
    Tapi jangan karena ustadz ketagihan rokok,
    Lantas hukumnya jadi dimakruh-makruhkan,
    jangan,

    Para ulama ahli hisap itu terkejut mendengar perbandingan ini.
    Banyak yang diam-diam membunuh tuhan-tuhan kecil yang kepalanya berapi itu,
    yaitu ujung rokok mereka.
    Kini mereka berfikir.
    Biarkan mereka berfikir.
    Asap rokok di ruangan ber-AC itu makin pengap,
    dan ada yang mulai terbatuk-batuk,

    Pada saat sajak ini dibacakan malam hari ini,
    sejak tadi pagi sudah 120 orang di Indonesia mati karena penyakit rokok.
    Korban penyakit rokok
    lebih dahsyat ketimbang korban kecelakaan lalu lintas,
    lebih gawat ketimbang bencana banjir,
    gempa bumi dan longsor,
    cuma setingkat di bawah korban narkoba,

    Pada saat sajak ini dibacakan,
    berhala-berhala kecil itu sangat berkuasa di negara kita,
    jutaan jumlahnya,
    bersembunyi di dalam kantong baju dan celana,
    dibungkus dalam kertas berwarni dan berwarna,
    diiklankan dengan indah dan cerdasnya,

    Tidak perlu wudhu atau tayammum menyucikan diri,
    tidak perlu ruku’ dan sujud untuk taqarrub pada tuhan-tuhan ini,
    karena orang akan khusyuk dan fana
    dalam nikmat lewat upacara menyalakan api
    dan sesajen asap tuhan-tuhan ini,

    Rabbana,
    beri kami kekuatan menghadapi berhala-berhala ini.

Tinggalkan komentar